Kadang tu seperti tidak percaya yang kita ini semakin di hujung waktu. Sepertinya baru semalam kita ini bertatih, berlari mengejar sang belalang di rimbunan rumput yang panjang. Ah…segalanya tinggal kenangan. Kenangan usia yang singkat yang kemudiannya dikaburi menjadi hamba pada sesuatu yang tidak pasti.
Seberapa lama usia kami di habiskan untuk menjadi sebahagian dunia asing. Teramat asing hingga keluar menjadi kelawar…
Ah…terasa benar tidak normalnya disitu ya. Ralat, asing dan janggal semua perasaan itu ada. Tapi iyalah….kita ini hanya akur pada kata mereka.
Alhamdulillah bersyukur masih menjadi orang.
Alhamdulillah…
Perjalanannya panjang.
Ada keringat, air mata dan jerih tidak terkira. Ada hati terguris sini dan sana sehingga kita pun terperangkap pada kehendak yang mana. Alih-alih, memilih bawa diri asing dari segala itulah jawapan terbaik.
Katanya, berdamai dengan takdir. Kata mereka, sampai bila harus lari?
Kata dia…sehingga kekuatan itu hadir dan dia tidak lagi goyah ketika berhadapan konfrontasi. Bersama dia. Ya dia.
Dia yang mereka mula menolak kala diperkenal kali pertama. Gila!
Gila itu ucapan mereka pada aku. Aku yang sudah cukup gila pada dunia yang didedahkan kalian, bertambah lagi memilih jalan yang bisa menjadi kecaman. Pada siapa?
Iman tak dapat dijual beli…
Ia tiada tepian pantai
Walau apa pun caranya jua…
Engkau mendaki gunung yang tinggi
Engkau merentas lautan api…
Namun tak dapat jua dimiliki.
Jika tidak kembali pada Allah….
Terbang tunduk pada setiap peristiwa. Pada setiap liku perjalanan yang dia sudah bersimpang padanya.
Baru sekarang dia lega. Baru sekarang dia menerima. Setiap renyah, lelah, keluhan dan segala rasa yang dilalui perit dahulu itu kini telah menjadi kekuatan, pemujuk dalam diri.
Tidak mengapalah….ini dunia semata. Ujian kita begini mungkin adalah hikmahnya.
Tapi kau yang memilih begini ujiannya, masih dikira hikmah juakah?
Cuma tersenyum. Siapa kamu untuk menghukum aku?
Eh…tidak baik kau berkata begitu. Menjawab dengan senyum pun sudah memadai. Tidak usah dicerita, dibentang atau dihujah pada mereka yang tidak bersama jalan ini.
Yang penting kita disini dan mereka disana berada dalam rahmat Ilahi serta baik adanya. Cukup.
Mendoakan dari kejauhan dari terlibat dengan rasa yang tidak lagi ingin dia rasa. Cukuplah.
Mungkin dia rindu pada suasana lampau. Mungkin dia rindu pada riuh, teriakan meriahnya kala mereka bersama. Tapi, dikenang tiada seorang pun yang akan bersama dia untuk meneman dalam mengharung jalan yang ini. Jadi…untuk apa lagi dia bertandang disitu mengemis kasih?
Melangkahlah mencari bahagianya sendiri.
Terbang dan tunduk. Terima kasih pada segala.
Terbang dan menjauh. Menjadi pemerhati mendoakan kalian dari kejauhan.
Semoga semuanya baik-baik husnul khatimah.